Oleh: Retno
Gus dur pernah mengatakan bahwa hanya ada tiga
polisi jujur di Indonesia yaitu patung polisi. Polisi tidur dan Hoegeng. Pria
kelahiran Pekalongan 14 Oktober 1921 dengan nama lengkap Hoegeng Imam Santoso ini
memang sejak kecil bercita-cita menjadi seorang polisi. Menempuh pendidikan Algemene Middlebahre School (AMS)
setingkat SMA di Yogyakarta setelah melalui pendidikan tingkat sebelumnya di
kota kelahiran yaitu Hollandsch
Inlandsche School (HIS) setingkat SD, Meer
Uitgebreib Lager Onderwijs (MULO) setingkat SMP. Pada tahun 1940, hoegeng
melanjutkan pendidikan di Recht Hoge
School (RHS) yaitu sekolah hukum di Batavia. Setelah Jepang masuk ke
wilayah Republik Indonesia, Hoegeng justru pulang ke kampung halaman dan
mendaftar kursus polisi dan Akademi Kepolisian (PTIK).
Setelah menjadi anggota polisi, tentu saja hoegeng
melewati pergelutan dengan berbagai kasus. Salah satunya adalah ketika hoegeng
ditugaskan di Medan, dimasa itu Medan dikenal sebagai kota yang sangat rawan
dengan berbagai pelanggaran. Korupsi, judi, dan juga penyelundupan tentu
menjadi tantangan bagi hoegeng.
Diluar kepolisian, hoegeng juga pernah menjabat
sebagai Kepala Jawatan Imigrasi pada 19 Januari 1960. Setelah bertugasnya
hoegeng sebagai Kepala Jawatan Imigrasi, campur tangan pihak luar dapat
dikurangi. Menteri Iuran Negara adalah jabatan hoegeng seusai bertugas sebagai
Kepala Jawatan Imigrasi pada 19 Juni 1965. Pada saat menjabat sebagai Menteri
Iuran Negara, salah satu kasus yang berhasil dibongkar adalah penyelundupan
tekstil dalam partai besar.
Setelah kembali ke Kepolisian dan menjabat sebagai
Panglima Angkatan Kepolisian (kapolri) pada 15 Mei 1968, hoegeng kembali
menangani beberapa kasus yang menyita perhatian masa itu. Salah satu kasus yang
ditangani Hoegeng adalah kasus Sum Kuning, September 1970 terjadi kasus
pemerkosaan gadis penjual telur bernama Sumarijem kabar ini menjadi berita
besar. Dikabarkan bahwa sang pelaku termasuk anak salah satu pejabat penting di
Yogyakarta. Kasus lain adalah pembongkaran oknum penyelundup mobil-mobil mewah.
Pemesan mobil-mobil mewah kebanyakan merupakan pejabat tinggi di dalam negeri.
Penyelundupan dengan motif pemanfaatan paspor Warga Negara Indonesia (WNI) yang
pernah tinggal di luar negeri ini menjadi isu nasional. Dengan meledaknya kasus
ini justru diikuti pencopotan jabatan sebagai Kepala Polri.
Karir hoegeng sebagai Kapolri pun berakhir sebelum
masa jabatannya habis. Pada 2 Oktober 1971 hoegeng melakukan serah terima
jabatan kepada Jenderal M. Hasan. Pada masa pensiun, hoegeng tetap
memperhatikan kinerja Polri, bahkan tetap aktif mengirimkan memo-memo yang
berisikan keluhan masyarakat. Hoegeng merasakan pengucilan yang teramat
berarti, hal ini berawal dari penandatanganan petisi 50. Meskipun sisa hidup
yang dijalani hoegeng penuh pengucilan namun hoegeng tetap hidup bersahaja
dalam kebijaksanaan.
Bijaksana, jujur, tegas dan berwibawa merupakan
dasar karakteristik hoegeng yang menjadi salah satu mantan kapolri yang paling
dikenang. Mampu melawan korupsi yang sangat merajalela dimsanya dan menegakkan
hukum dengan menajalani kewajiban dengan pembawaan yang menyenangkan. Semoga
Indonesia masih memiliki banyak hoegeng masa kini.