PROFESI/Tantowi “Spanduk penolakan pembangunan apartemen di
jalan kaliurang km 11”
|
Modernisasi tidak harus
ditandai dengan berdirinya apartemen – Priwantoro
Ketenangan di desa Gadingan
kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta membuat siapapun yang tinggal di sana pasti
merasa tenteram dan nyaman. Suasana yang masih asri dan kental dengan pedesaan merupakan
ciri kearifan lokal Yogyakarta. Masyarakatnya yang harmonis ditengah perbedaan
dalam menganut agama membuat desa Gadingan mempresentasikan kedamaian dan
toleransi yang sesungguhnya . Namun siapa sangka, dibalik kesederhanaan desa
Gadingan ada sebuah “ancaman” yang dapat menghilangkan suasana pendesaan
menjadi kemewahan dan semangat bergotong royong menjadi hidup yang
individualis, itulah ketakutan yang nantinya dirasakan oleh warga Gadingan
dengan adanya proyek pembangunan apartemen di desa mereka.
PROFESI
mencoba mencari informasi perihal banyaknya spanduk–spanduk berukuran besar dan
kecil yang dipasang di sekitar daerah desa Gadingan yang salah satunya
bertuliskan “SATU VISI SATU MISI, WARGA GADINGAN MENOLAK APARTEMEN, UNTUK
KEARIFAN LOKAL.”
Oktober 2014, pihak investor yang akan memodali
pembangunan apartemen melakukan sosialisasi ke desa Gadingan. Sosialisasi
tersebut berupa pemberitahuan akan adanya pembangunan apartemen. Hanya saja,
yang diundang ke sosialisasi cuma beberapa tokoh masyarakat sehingga sebagian
masyarakat Gadingan tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai adanya
sosialisasi proyek pembangunan apartemen. Setelah sosialisasi tersebut,
beberapa tokoh masyarakat melakukan sosialisasi ulang ke warga desa Gadingan,
dengan harapan masyarakat mengetahui semua informasi hasil sosialisasi. Namun,
tanggapan warga Gadingan sedikit diluar perkiraan beberapa tokoh masyarakat
desa Gadingan termasuk Bambang Kepala Dukuh desa Gadingan. ”Warga tiba-tiba
menolak (pembangunan apartemen –red), kami dianggap kurang transparan,” Ujar Bambang
ke PROFESI. Di akhir sosialisasi, warga meminta untuk bertemu langsung ke pihak
investor terkait pembangunan apartemen di desa mereka. Akhirnya, Kepala Dukuh
desa Gadingan mengakomodasi aspirasi warganya itu. Setelah adanya audiensi
dengan pihak investor, apapun alasannya warga tetap menolak keras terhadap
proyek pembangunan apartemen. “Mungkin karena ketakutan yang berlebihan tentang
dampak lingkungan dan sosial, warga tidak mau mendengar penjelasan apapun,
pokoknya menolak,” Lanjut Bambang saat ditemui di kantor kecamatan Ngaglik.
Penolakan warga Gadingan terhadap pembangunan apartemen
didasari dampak lingkungan yang terjadi di sekitar apartemen khususnya di daerah
Yogyakarta, dampak yang akan terjadi sangat kompleksitas contohnya dampak
lingkungan dan sosial. “Dampak lingkungan ada limbah cair, padat dan gas serta
ketersediaan air yang pasti berkurang,” Kata Priwantoro, salah satu warga
Gadingan yang menolak proyek tersebut. Priwantoro juga mengatakan tradisi,
kultur budaya dan etika dalam jangka panjang akan terpengaruh oleh adanya
apartemen. “Sikap egoisme akan nampak di situ, wong ndeso itu kuncinya ngumpul,
gotong royong, kebersamaan kita jangan sampai terganggu oleh adanya apartemen
itu,” Tegas Priwantoro.
Perihal ketakutan warga dengan dampak lingkungan sekitar
apartemen, pihak investor juga melakukan analisis dan disampaikan saat
sosialisasi. Tetapi, warga tetap menolak dengan pemaparan para ahli lingkungan.
Bahkan warga melakukan upaya penolakan sampai ke tingkat DPRD DIY untuk mendapatkan
bantuan hukum. Tanggapan DPRD DIY cukup baik, mereka akan mengolah perkara
tersebut secepatnya.
PROFESI/Tantowi “salah satu
spanduk di depan rumah warga,
tepatnya di seberang rumah kepala
dukuh Gadingan”
|
Pemasangan spanduk-spanduk juga salah satu upaya penolakan
warga Gadingan. Dari hasil pengamatan
PROFESI, setidaknya ± 15 buah spanduk besar dan kecil yang dipasang di desa
Gadingan. Biaya pembuatan spanduk merupakan dana patungan dari warga Gadingan. “Semua
spanduk itu, murni swadaya dari warga Gadingan sendiri. Itulah bentuk
kepedulian saudara-saudara saya,” Ungkap Priwantoro.
Warga Gadingan lebih senang tetap menjadi wong ndeso. Walaupun apartemen itu
terbangun, warga tetap tidak menerima adanya apartemen tersebut. “Modernisasi
tidak harus ditandai dengan berdirinya apartemen,” pungkas Priwantoro saat
ditemui di rumahnya. (Oleh: Tantowi Alwi)
0 comments:
Post a Comment