7/18/14

Selangkah Mengenal HARSOYO

PROFESI/Zidni
“Harsoyo, Rektor UII Periode 2014-2018”
Sandal jepit, celana hitam, dan kemeja putih adalah pakaian yang dipakai Harsoyo, Rektor UII periode 2014-2018, ketika hendak diwawancarai oleh PROFESI. “Sampeyan ndak sholat?” tanya Harsoyo ketika diminta kesediaannya untuk diwawancarai, karena adzan ashar memang sedang berkumandang. Sambil berjalan kaki menuju masjid Ulil Albab, Harsoyo menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan dengan lugas.

Di tengah prahara pembatalan Hadri Kusuma sebagai rektor baru yang mengakibatkan vakumnya pimpinan  di UII, seorang dosen Teknik Sipil tampil untuk mengambil alih tugas rektor dengan menjadi Rektor Presidium. Terhitung awal April hingga awal Juni, Harsoyo mencicipi persoalan-persoalan yang terjadi di UII, seakan hal tersebut menjadi ajang latihan demi memimpin UII 4 tahun kedepan.

Dengan harapan menjadikan UII sebagai World Class University (WCU), Harsoyo bergerak memimpin UII. Harsoyo mengaku memiliki segudang cara untuk mencapai hal tersebut. “Empat Redesigning” yang tercantum dalam action plan-nya ialah salah satu cara sakti Harsoyo. Sehingga, ia berharap dalam waktu dekat UII telah diakui secara internasional.

Apa visi dan misi Anda dalam memimpin UII 4 tahun ke depan ?
Mengikuti visi UII, yang telah disahkan pada Tahun 2008 dan akan berjalan selama 30 tahun hingga 2038. Tahun ini kita diharapkan menjadi excellent teaching university. Sekarang kan masih teaching university, dan diharapkan Tahun 2038 menjadi research university. Artinya, universitas yang menitik beratkan pada riset. Sementara ini, kita akan memperbaiki teaching-teaching nya supaya excellent.

Jalan menuju itu ?
Caranya adalah bagaimana kita mempunyai kompetensi yang tinggi dan mengoptimalkan ciri khas UII, yaitu keislaman. Sehingga, kita dapat meramu pengetahuan itu dan mempunyai competitiveness,  yaitu kemampuan mahasiswanya menjadi lebih baik. Dengan itu, kita harus meningkatkan banyak hal, seperti meningkatkan fasilitas pengajaran, memperbaiki kualifikasi dosen, raw material yang baik, dan proses pengajarannya pun harus baik. Yang pasti kita ingin memperbaiki kualitas mahasiswa UII agar mempunyai daya saing di tingkat internasional.

Apakah hal tersebut akan terealisasikan dalam waktu dekat ini ?
Pada Tahun 2015, AFTA (Asian Free Trade Area. red) sudah in action, artinya kalau kita tidak mempersiapkan dengan baik, negeri kita malah akan dibanjiri tenaga kerja asing bahkan perguruan tinggi asing, yang paling dekat ya Malaysia, Singapore, dan Thailand. Oleh karena itu, kita harus mempunyai rencana meningkatan kemampuan, sehingga kita menpunyai daya saing tidak hanya dalam negeri akan tetapi juga secara international.

Di action plan Anda tercantum rencana akan mengajukan akreditasi internasional ? 
Ya, karena itu salah satu jalan untuk mencapai WCU, dan kita sudah ada rencana untuk itu, yang saya tahu persis di Teknik Sipil dan Arsitek, karena saya lama berkecimpung disitu. Kalau tidak salah, Ekonomi pun akan mengajukan ke badan akreditasi di Amerika, kalau Arsitek mengajukan ke Korea Selatan. Sedangkan, kalau sipil ke Jepang, yaitu JABEE (Japan Accreditation Board of Enggineering Education. red). Semua itu diharapakan menjadi titik tolak agar UII dikenal sebagai perguruan tinggi dengan daya saing internasioanl.

Apakah proses akreditasi tersebut sudah berlangsung?
(Di Jurusan Teknik Sipil) itu sudah dalam proses, karena proses pertama kita harus declare dulu, menyatakan kalau kita akan mengajukan akreditasi, setelah itu kita akan di e-mail oleh JABEE. secara online mereka melihatnya tidak dari paper form tetapi dari website kita. Nanti suatu saat mereka akan rechek kita, mungkin pada Tahun 2017, bahkan diharapkan pada Tahun 2015  sudah ada pemberitahuan dari JABEE yang menyatakan kalau kita sudah siap atau belum. Kalau sudah siap, pada Tahun 2017 kita dapat memperoleh akreditasi internasional.


Masih dalam 4 tahun masa kepemimpinan Anda ?
 InsyaAllah, (dengan tersenyum).

Anda mencanangkan Redesigning pola kerjasama, bagaimana implementasinya ?
Kerjasama kita ini MoU (Memorandum of Understanding) banyak, tapi implementasinya kurang. Jadi, pada masa saya ini diharapkan masa implementasi. MoU kita ini kalau dikumpulkan sudah bisa sampai bulan, tapi implementasinya belum. Apalagi, kita sekarang diharapkan punya mitra-mitra internasional. Sebenarnya mitra kita sudah banyak.

Salah satunya ?
Kita punya kerjasama dengan Universitas Islam Antar Bangsa di Malaysia, di Thailand ada Rajamanggala University, Chulalongkorn University, di Belanda dan Korea Selatan juga demikian. Untuk Amerika ada Hawaii dan Rhode Island. Sebenernya kalau di sebutkan banyak sekali, tapi implementasinya minim sekali. Kalau di Hawaii sudah,  kita kerjasama research, kita kirim mahasiswa ke sana, kirim dosen ke sana dan semuanya dibiayai sana, kan itu bagus. Kalau kita maksimalkan semua kan jauh lebih baik. Itu yang saya maksud redesigning pola kerjasama.

Kedepannya UII akan menjadi World Class University, tentunya akan ada mahasiswa asing yang menempuh studi disini yang notabene non muslim, akankah mereka diwajibkan mengikuti kegiatan keagamaan seperti pesantrenisasi dan BTAQ?
Tinggal mereka keberatan atau enggak, kalau enggak keberatan akan kita berlakukan, kalau keberatan apa keberatannya?. Tapi kan selama ini belum ada mahasiswa asing yang mengambil degree secara penuh. Baik di S1, S2, maupun S3. Mereka selama ini masih side-in, hanya masuk di beberapa mata kuliah atau mengambil mata kuliah itu tapi tidak sepenuhnya. Nantinya nilai yang didapat, dikonversi di universitas asal. Tapi kalau dia full disini ya harus mengikuti ketentuan kita. Saya rasa kalau Anda kuliah di Universitas Katolik pun demikian.

Apakah itu tidak menyalahi “tidak ada paksaan dalam beragama” ?
Enggak, emang dia ada paksaan harus masuk UII, kan enggak. Tapi, kalau Anda ikut sumpah dokter, disana mereka disumpah dengan agamanya masing-masing. Saya pernah hadir disana, ketika itu ada orang beragama Hindu yang berasal dari Bali. Disana kami sediakan pendeta untuk sumpahnya. Jadi, kita tidak memaksa mereka. Tapi, mereka kan masuk UII dengan kesadaran sendiri. Tidak ada paksaan.

Bagaimana pendapat anda mengenai praktek outsourcing di UII?
Outsourcing itu kan salah satu kegiatan juga, kalau kita ngambil pragmatisnya dengan outsourcing itu, kita jadi lebih mudah me-manage. Kalau enggak ada baiknya kita tinggal minta ganti. Kalau ada yang lebih baik juga kita tinggal minta. Tapi, kalau kita ngangkat orang dengan pekerjaan sedikit, kita akan rugi secara keseluruhan, karena kita tidak bisa menggunakannya secara maksimal dan itu kan tidak dilarang. Coba Anda bayangkan bagaimana kalau outsourcing dilarang, berapa banyak perusahaan outsourcing disana yang gulung tikar, kan kasihan anak istri mereka.

Apakah tidak ada rencana untuk mengganti system,  misalnya mengangkat pegawai tetap di bidang yang selama ini masih outsourcing seperti kebersihan ?
Sampai sekarang belum terpikir untuk itu, karena secara kegunaan menurut saya outsourcing merupakan cara yang paling optimal. Tapi, optimal belum tentu maksimal ya.


Data sampingan :
Nama : Ir.Harsoyo,M.Sc, Ph.D.
Tempat, tanggal lahir : Sleman, 4 September 1954

RIWAYAT PENDIDIKAN
1. S3 (Ph.D) dari Universiti Kebangsaan Malaysia, 2004
2. S2 (M.Sc) dari Universiti of Colorado, 1990
3. S1 (Ir.) dari Universitas Gadjah Mada, 1983
4. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Yogyakarta, 1972
5. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah I Yogyakarta, 1969
6. Sekolah Dasar (SD) Negeri Jongkang, 1966

RIWAYAT JABATAN
1. Rektor Universitas Islam Indonesia, Juni 2014 – sekarang.
2. Ketua Presidium Universitas Islam Indonesia, April 2014 - Mei 2014.
3. Sekretaris Dewan Pembina Yayasan Badan Wakaf UII, 2008 – 2014.
4. Kepala Laboratorium Komputer Prodi Teknik Sipil FTSP UII, 2002 – 2003.
5. Pembantu Rektor III Universitas Islam Indonesia, 1994 – 1998.
6. Kepala Lembaga Penelitian UII, 1992 - 1994.
7. Pembantu Dekan I Fakultas Teknik Universitas Islam Indonesia, 1986 - 1988.
8. Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Indonesia, 1985 – 1986

0 comments: