PROFESI/Zidni “Harsoyo, Rektor UII Periode 2014-2018” |
Di tengah prahara pembatalan Hadri
Kusuma sebagai rektor baru yang mengakibatkan vakumnya pimpinan di UII, seorang dosen Teknik Sipil tampil untuk mengambil alih
tugas rektor dengan menjadi Rektor Presidium. Terhitung awal April hingga awal
Juni, Harsoyo mencicipi persoalan-persoalan yang terjadi di UII, seakan hal tersebut menjadi
ajang latihan demi memimpin UII 4 tahun kedepan.
Dengan harapan menjadikan UII
sebagai World Class University (WCU),
Harsoyo bergerak memimpin UII. Harsoyo mengaku memiliki segudang cara untuk
mencapai hal tersebut. “Empat Redesigning” yang tercantum dalam action plan-nya ialah salah satu cara
sakti Harsoyo. Sehingga, ia
berharap dalam waktu dekat UII telah diakui secara internasional.
Apa visi dan misi Anda dalam memimpin UII 4
tahun ke depan ?
Mengikuti visi UII, yang telah
disahkan pada Tahun
2008 dan akan berjalan
selama 30 tahun hingga 2038.
Tahun ini kita diharapkan menjadi excellent teaching university.
Sekarang kan masih teaching university, dan diharapkan Tahun 2038 menjadi research university. Artinya, universitas yang
menitik beratkan pada riset. Sementara ini, kita akan memperbaiki teaching-teaching
nya supaya excellent.
Jalan menuju itu ?
Caranya adalah bagaimana kita
mempunyai kompetensi yang tinggi dan mengoptimalkan ciri khas UII, yaitu
keislaman. Sehingga, kita dapat meramu pengetahuan itu dan mempunyai competitiveness, yaitu kemampuan mahasiswanya menjadi lebih
baik. Dengan itu, kita harus meningkatkan banyak hal, seperti meningkatkan
fasilitas pengajaran, memperbaiki kualifikasi dosen, raw material yang baik, dan proses
pengajarannya pun harus baik. Yang pasti kita ingin memperbaiki kualitas
mahasiswa UII agar mempunyai daya saing di tingkat internasional.
Apakah hal tersebut akan
terealisasikan dalam waktu dekat ini ?
Pada Tahun 2015, AFTA (Asian
Free Trade Area. red)
sudah in action, artinya kalau kita
tidak mempersiapkan dengan baik, negeri kita malah akan dibanjiri tenaga kerja
asing bahkan perguruan tinggi asing, yang paling dekat ya Malaysia, Singapore, dan Thailand. Oleh karena
itu, kita harus mempunyai rencana meningkatan kemampuan, sehingga kita menpunyai daya saing
tidak hanya dalam negeri akan tetapi juga secara international.
Di action plan Anda tercantum rencana
akan mengajukan akreditasi internasional ?
Ya, karena itu salah satu jalan
untuk mencapai WCU, dan kita sudah ada rencana untuk itu,
yang saya tahu persis di Teknik Sipil dan Arsitek, karena saya lama
berkecimpung disitu. Kalau tidak salah, Ekonomi pun akan mengajukan ke badan
akreditasi di Amerika,
kalau Arsitek mengajukan ke Korea Selatan. Sedangkan, kalau sipil ke
Jepang, yaitu JABEE (Japan Accreditation Board of Enggineering
Education. red). Semua
itu diharapakan menjadi titik tolak agar UII dikenal sebagai perguruan tinggi
dengan daya saing internasioanl.
Apakah proses akreditasi tersebut
sudah berlangsung?
(Di Jurusan Teknik Sipil) itu sudah dalam proses,
karena proses pertama kita harus declare dulu, menyatakan kalau kita
akan mengajukan akreditasi, setelah itu kita akan di e-mail
oleh JABEE. secara online mereka melihatnya tidak dari paper form tetapi
dari website kita. Nanti suatu saat mereka akan rechek kita,
mungkin pada Tahun
2017, bahkan diharapkan
pada Tahun 2015 sudah ada pemberitahuan dari
JABEE yang menyatakan kalau kita sudah siap atau belum. Kalau sudah siap, pada Tahun
2017 kita dapat memperoleh akreditasi internasional.
Masih dalam 4 tahun masa
kepemimpinan Anda ?
InsyaAllah, (dengan tersenyum).
Anda mencanangkan Redesigning
pola kerjasama, bagaimana implementasinya ?
Kerjasama kita ini MoU (Memorandum of Understanding) banyak, tapi implementasinya
kurang. Jadi, pada masa saya ini diharapkan masa implementasi. MoU kita ini
kalau dikumpulkan sudah bisa sampai bulan, tapi implementasinya belum. Apalagi, kita sekarang
diharapkan punya mitra-mitra internasional. Sebenarnya mitra kita sudah banyak.
Salah satunya ?
Kita punya kerjasama dengan
Universitas Islam Antar Bangsa di Malaysia, di Thailand ada Rajamanggala
University, Chulalongkorn University, di Belanda dan Korea Selatan juga
demikian. Untuk Amerika
ada Hawaii dan Rhode Island. Sebenernya kalau di sebutkan banyak sekali,
tapi implementasinya minim sekali. Kalau di Hawaii sudah, kita kerjasama research, kita kirim
mahasiswa ke sana, kirim dosen ke sana dan semuanya dibiayai sana, kan itu
bagus. Kalau kita maksimalkan semua kan jauh lebih baik. Itu yang saya maksud redesigning pola
kerjasama.
Kedepannya UII akan menjadi World
Class University, tentunya akan ada mahasiswa asing yang menempuh studi
disini yang notabene non muslim, akankah mereka diwajibkan mengikuti kegiatan
keagamaan seperti pesantrenisasi dan BTAQ?
Tinggal mereka keberatan atau enggak, kalau enggak
keberatan akan kita berlakukan, kalau keberatan apa keberatannya?. Tapi kan
selama ini belum ada mahasiswa asing yang mengambil degree secara penuh.
Baik di S1, S2, maupun S3. Mereka selama ini masih side-in,
hanya masuk di beberapa mata kuliah atau mengambil mata kuliah itu tapi tidak
sepenuhnya. Nantinya nilai yang didapat, dikonversi di universitas asal. Tapi
kalau dia full disini ya harus mengikuti ketentuan kita. Saya rasa kalau
Anda kuliah di
Universitas Katolik pun demikian.
Apakah itu tidak menyalahi “tidak
ada paksaan dalam beragama” ?
Enggak, emang dia ada paksaan harus
masuk UII, kan enggak. Tapi, kalau Anda ikut sumpah dokter, disana mereka disumpah dengan agamanya
masing-masing. Saya pernah hadir disana, ketika itu ada orang beragama Hindu
yang berasal dari Bali. Disana kami sediakan pendeta untuk sumpahnya. Jadi,
kita tidak memaksa mereka. Tapi, mereka kan masuk UII dengan kesadaran sendiri.
Tidak ada paksaan.
Bagaimana pendapat anda mengenai
praktek outsourcing
di UII?
Outsourcing
itu kan salah satu kegiatan juga, kalau kita ngambil pragmatisnya dengan outsourcing
itu, kita jadi lebih mudah me-manage. Kalau enggak ada baiknya kita
tinggal minta ganti. Kalau ada yang lebih baik juga kita tinggal minta. Tapi,
kalau kita ngangkat orang dengan pekerjaan sedikit, kita akan rugi secara
keseluruhan, karena kita tidak bisa menggunakannya secara maksimal dan itu kan
tidak dilarang. Coba Anda
bayangkan bagaimana kalau outsourcing
dilarang, berapa banyak perusahaan outsourcing disana yang gulung tikar, kan kasihan anak istri
mereka.
Apakah tidak ada rencana untuk
mengganti system, misalnya mengangkat
pegawai tetap di bidang yang selama ini masih outsourcing seperti kebersihan ?
Sampai sekarang belum terpikir untuk itu, karena
secara kegunaan menurut saya outsourcing merupakan cara yang paling
optimal. Tapi, optimal belum tentu maksimal ya.
Data
sampingan :
Nama : Ir.Harsoyo,M.Sc,
Ph.D.
Tempat, tanggal lahir :
Sleman, 4 September 1954
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. S3 (Ph.D) dari Universiti
Kebangsaan Malaysia, 2004
2. S2 (M.Sc) dari Universiti of
Colorado, 1990
3. S1 (Ir.) dari Universitas
Gadjah Mada, 1983
4. Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 3 Yogyakarta, 1972
5. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Muhammadiyah I Yogyakarta, 1969
6. Sekolah Dasar (SD) Negeri
Jongkang, 1966
RIWAYAT JABATAN
1. Rektor
Universitas Islam Indonesia, Juni 2014 – sekarang.
2. Ketua Presidium Universitas
Islam Indonesia, April
2014 - Mei 2014.
3. Sekretaris Dewan Pembina
Yayasan Badan Wakaf UII, 2008
– 2014.
4. Kepala Laboratorium Komputer
Prodi Teknik Sipil FTSP UII, 2002
– 2003.
5. Pembantu Rektor III
Universitas Islam Indonesia, 1994
– 1998.
6. Kepala Lembaga Penelitian UII,
1992 - 1994.
7. Pembantu Dekan I Fakultas
Teknik Universitas Islam Indonesia, 1986 - 1988.
8. Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Islam Indonesia, 1985
– 1986.
0 comments:
Post a Comment